Rabu, 30 Oktober 2019

Konfrontasi Terhadap Malaysia

Wawan Setiawan Tirta
Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962-1966. Masalah ini berawal dari munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari persekutuan Tanah Melayu dan Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan kedua negara tersebut menjadi Federasi Malaysia. Rencana pembentukan Federasi Malaysia mendapat tentangan dari Filipina dan Indonesia.

Pada tahun 1961, Pulau Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan adalah, sebuah provinsi di Indonesia. Di utara pulau ini adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Britania Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia.

Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.

Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng-"ganyang Malaysia". Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Pada tanggal 31 Juli-5 Agustus 1963 dilaksanakan Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina dan Indonesia) di Filipina yang menghasilkan  tiga dokumen penting, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila dan Komunike Bersama. Inti pokok dari tiga dokumen tersebut adalah Indonesia dan Filipina menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu.

Mengenai pembentukan Federasi Malaysia, ketiga kepala pemerintahan setuju untuk meminta Sekjen PBB untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan ini. Sekretaris Jenderal PBB membetuk tim penyelidik yang dipimpin oleh Lawrence Michelmore. Tim tersebut memulai tugasnya di Malaysia pada tanggal 14 September 1963. Namun sebelum tim tersebut melakukan tugasnya Federasi Malaysia diproklamasikan pada tanggal 16 September 1963. Pemerintah RI menganggap proklamasi tersebut sebagai pelecehan atas martabat PBB dan pelangggaran Komunike Bersama Manila.

Presiden Soekarno menentang tindakan yang dilakukan oleh PM Tengku Abdul Rahman. Aksi-aksi demonstrasi menentang terjadi di Jakarta yang dibalas pula dengan aksi-aksi demontrasi besar terhadap kedutaan RI di Kuala Lumpur. Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik Indonesia Malaysia diputuskan. Pada akhir tahun 1963 pemerintah RI menyatakan dukungannya terhadap perjuangan rakyat Kalimantan Utara dalam melawan Neokolonilisme Inggris.

Ditengah kemacetan diplomasi pada 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat (Dwi Kora) di hadapan apel besar sukarelawan. Untuk menjalankan konfrontasi Dwikora, Presiden Soekarno membentuk Komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai Panglimanya. 
Malaysia adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya Konfrontasi Terhadap Malaysia
Ditengah berlangsungnya Konfrontasi Indonesia Malaysia, Malaysia dicalonkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Indonesia mengambil sikap menolak pencalonan Malaysia yang langsung disampaikan Presiden Soekarno pada pidatonya tanggal 31 Desember 1964. Ketika tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Sokearno menyatakan “Indonesia keluar dari PBB”. Dengan keluarnya Indonesai dari PBB, Indonesia kehilangan satu forum yang dapat digunakan untuk mencapai penyelesaian persengketaan dengan Malaysia secara damai.

Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda. Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditanda tangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.

Konfrontasi terhadap Malaysia adalah "politik pengalihan" Bung Karno atas situasi sosial, ekonomi, dan politik domestik saat itu. Konfrontasi ini terjadi karena Inggris memasukkan Sabah dan Serawak menjadi bagian Malaya. Di dalam negeri Antara TNI AD dan PKI pun sedang terjadi bersaing. Dalam konfrontasi PKI mendukung Bung Karno, sedangkan ABRI tidak sepenuhnya mendukung.

ABRI memiliki peralatan tempur tercanggih di Asia Timur, dibeli dari Uni Soviet untuk merebut Irian Barat. Pada masa Trikora (merebut Irian Barat), Soviet mendukung Indonesia. Namun pada masa konfrontasi dengan Malaysia Soviet enggan mendukung karena atas pengaruh PKI, Indonesia lebih condong ke RRC. Malaysia sendiri masih merupakan negeri muda usia, tetapi didukung Inggris, Australia, dan Selandia Baru sebagai sesama anggota Persemakmuran Inggris.